BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Praktikum
1. Menganalisa
kadar BOD dalam sampel
2.
Memahami metode analisis kadar BOD
1.2. Landasan Teori
1.2.1. Produktivitas Primer
dan Kondisi Fisika Kimia Perairan Sungai Riam Kanan Desa Awang Bangkal
Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar
Pendahuluan
Perairan sungai
Riam Kanan Desa Awang
Bangkal merupakan salah
satu daerah perairan umum
yang memiliki potensi
perikanan budidaya dengan
menggunakan sistem keramba
dan jala apung. Apabila
potensi tersebut
dimanfaatkan seoptimal mungkin
akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang ada disekitarnya.
Akan tetapi dengan
peningkatan aktivitas masyarakat
seperti adanya penambangan pasir
dan koral di
badan sungai dan
penambangan batu gunung disekitar
sungai, tentunya
berimplikasi negatif pada
kualitas air sungai yang
akan memberikan dampak
ekologis, sosial dan
ekonomi masyarakat sekitar dikemudian
hari. Oleh karena
itu kelestarian sungai
dengan kondisi ekosistem
alami perlu dipertahankan
agar mampu mendukung
kegiatan masyarakat sesuai
potensi yang dimiliki
untuk dikembangkan tanpa
merusak lingkungan sungai tersebut.
Kegiatan
penambangan pasir dan koral di sungai
merupakan kegiatan penambangan
rakyat yang telah
berlangsung puluhan tahun
dan dilaksanakan secara
turun temurun. Kegiatan
penambangan memberikan dampak
cemaran dan pengikisan
tebing sungai akibat gerusan
arus dan ombak. Sistem
ekologi sungai Riam
Kanan juga mendapat tekanan
penurunan kualitas akibat penambangan
batu gunung yang dilakukan di pegunungan
Awang Bangkal Barat
yang mengakibatkan intrusi
air dengan material tersuspensi
dan terlarut melalui aliran
permukaan juga dari aktivitas
domestik masyarakat.
Dengan melihat
kondisi tersebut, menjadikan satu
pemikiran dan kajian untuk
melihat kondisi terkini
karakteristik sungai dari aspek
fisika, kimia dan
biologi sehingga didapatkan
suatu gambaran nyata tentang kualitas lingkungan perairan
sungai Riam Kanan
Desa Awang Bangkal
dan status pencemaran yang terjadi.
Tujuan yang
dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui tingkat produktivitas primer, kondisi
kualitas air (fisika,
kimia dan biologi)
dan menganalisis hubungan parameter fisika dan kimia terhadap
tingkat produktivitas primer, yang
nantinya digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam
pemanfaatan badan air untuk
aktifitas perikanan, pertambangan dan gambaran
tingkat pencemaran perairan Sungai Riam Kanan Desa Awang
Bangkal.
Metodologi Penelitian
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian
dilaksanakan di perairan sungai Riam
Kanan desa Awang
Bangkal Kecamatan Karang
Intan Kabupaten Banjar. Dengan
lama penelitian 3 bulan, yaitu mulai bulan Mei sampai Juli 2008.
Metode Penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, bersifat
deskriptif research, menggambarkan
kondisi terkini kualitas air dari aspek fisika, kimia dan biologi, yang
mendukung untuk kegiatan
budidaya perikanan di lokasi penelitian.
Parameter Pengamatan
Penetapan
parameter kualitas perairan didasarkan
pada parameter kunci dari hasil
buangan penambangan batu gunung, pasir/koral, dan aktivitas domestik
seperti: suhu,kecerahan,kekeruhan,kecepatan arus DO, BOD, pH,
SO4, PO4, Fe, NO3, Mn, Minyak dan plankton. Titik Pengambilan Sampel
Penentuan titik sampel
dilakukan secara purposive sampling,
dengan stasiun
Pengamatan
adalah sebagai berikut:
Stasiun I :
Terletak
di hulu, daerah perairan Batu
Kambing.
Strasiun
II:Terletak di
sekitar intrusi aliran air
permukaan yang membawa materi
tambang batu gunung
dan tambang pasir / koral di badan sungai.
Stasiun
III:Terletak di hilir,
yang relatif jauh dari
aktivitas intrusi aliran air permukaan yang membawa materi
dari tambang batu gunung dan tambang pasir/ koral.
Teknik Pengambilan Sampel
Pengukuran dan
pengambilan sampel di
masing-masing stasiun dilakukan sebanyak 2
kali, pada kondisi
hujan dan tidak hujan. Pengambilan sampel menggunakan botol
sampel. Untuk pengukuran
sampel air sebagian
dilakukan langsung di lapangan,
sebagian dianalisa di laboratorium.
Pengukuran
Produktivitas Primer
Pengukuran produktivitas
primer dilakukan dengan cara
botol terang dan gelap, dan didasarkan
pada prakiraan oksigen yang
dilepaskan oleh produser selama suatu
selang waktu. Beberapa langkah
analisis sebagai berikut.
1. Botol
gelap dan botol
terang harus dibiarkan tersuspensi
dalam air dengan
kedalaman tertentu, selama satu sampai
beberapa jam. Sering digunakan
jangka waktu enam
jam (dari terbit
matahari sampai tengah hari)
2. Menentukan
oksigen yang dikonsumsi
(pernapasan) dengan cara
menghitung selisih kadar oksigen
pada awal percobaan dengan kadar oksigen dalam botol gelap pada akhir percobaan.
3. Menentukan
produktivitas primer kotor (total oksigen yang dihasilkan) dengan
cara menghitung selisih
kadar oksigen dalam
botol terang pada
akhir percobaan dengan adar
oksigen dalam botol gelap pada akhir
percobaan.
4.
Produktivitas primer
bersih dilakukan dengan cara menghitung selisih
produktivitas primer kotor
dengan pernapasan.
5. Untuk
mengubah nilai mg/l oksigen
menjadi mg/karbon/m3, kalikan
nilai mg/l dengan 375,36.
Satuan waktu dapat
per jam atau
per hari (12
jam), karena hanya
akan ada sinar
matahari 12 jam dalam 24 jam
sehari.
Komposisi Komunitas Plankton
Indeks
Keanekaragaman Indeks ini digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis
biota perairan. Persamaan
yang digunakan untuk
menghitung indeks ini
adalah persamaan Shanon-Wiener.
Dengan
:
Hi =
Indeks diversitas Shannon – Wiener
Pi =
ni/N
ni =
jumlah individu jenis ke- i
N =
Jumlah total individu,
S =
Jumlah general (populasi)
Indeks Keseragaman
Persamaan
yang digunakan :
E = H’ / H’ maks
Dengan
:
E =
Indeks kemerataan
H’
maks =
Ln s (s adalah jumlah general)
H’ =
Indeks keanekaragaman
Kelimpahan
Plankton Dihitung berdasarkan rumus
:
N = n x (Vr/ Vo) x (1/Vs)
Dengan
:
N = jumlah sel per liter
n = Jumlah sel yang diamati
Vr = Volume air tersaring (ml)
Vo =
Volume air yang
diamati (pada Segwick Rafter) (ml)
Vs
= Volume air disaring (l)
Identifikasi
Plankton
Identifikasi
plankton dilakukan dengan menggunakan
buku petunjuk dari
Needham dan Needham(1966).
Analisis Data
Data hasil
pengukuran untuk masing-masing sampel dianalisis dengan cara :
1. Membandingkan
nilai hasil pengukuran parameter
kualitas air dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 Peraturan Gubernur
Kalimantan Selatan Nomor 05 Tahun
2007. Dan juga kisaran kuantitatif parameter kualitas
air untuk kelangsungan hidup
dan laju pertumbuhan ikan
2. Parameter fisika,
kimia, dan biologi
perairan sungai Riam
Kanan desa Awang
Bangkal dianalisis dengan statistik deskriptif serta mengetahui
pengaruh dari kondisi cuaca, stasiun dan interaksinya terhadap
nilai parameter kualitas air.
3. Menganalisis hubungan
parameter fisika dan
kimia terhadap tingkat
produktivitas primer.
Hasil dan Pembahasan
Keadaan
Umum Lokasi Penelitian
Desa Awang
Bangkal secara administratif memiliki
batas-batas wilayah sebagai
berikut: Utara berbatasan Desa Mandikapau Timur,
Selatan berbatasan Desa Bukit Besar, Timur Berbatasan Desa Aranio dan
Barat Desa Mandiangin Barat.
Luas desa Awang
Bangkal 15,19 km2,
ber penduduk 2.505
jiwa, mata pencaharian
adalah petani ikan ,
buruh batu, penyadap karet dan
PNS. Desa Awang Bangkal, desa
yang dilalui oleh aliran
sungai Riam Kanan merupakan daerah
perairan umum, pada saat ini dimanfaatkan untuk usaha
budidaya perikanan dengan
menggunakan keramba dan jala apung, selain itu badan air sungai dimanfaatkan untuk penambangan pasir dan koral,
dan daerah di
atasnya; merupakan daerah pegunungan,
yang dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk penambangan
batu gunung.
Tingkat Produktivitas
Primer
Hasil pengukuran
produktivitas primer dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tingkat
Produktivitas Primer
Menurut
Weber di dalam Basmi Johan (2000),
produktivitas primer sungai
untuk perairan oligotrofik
0 – 0,2
mg C/m2/hari, mesotrofik
0,2 – 0,75
mg C/m2/hari dan
oligotrofik > 0,75
mg C/m2/hari, dibandingkan
dengan hasil penelitian,
produktivitas primer sungai
Riam Kanan desa Awang Bangkal berkisar antara 0,07 –
0,13 mg
C/m2/hari, maka sungai tersebut
tergolong oligotrofik, yang
berarti sungai atau perairan tersebut miskin akan zat hara
atau makanan, dengan
kata lain produktivitasnya rendah.
Hasil uji F untuk kondisi cuaca, letak
stasiun pengamatan dan
interaksinya menunjukkan tidak
ada pengaruh yang
signifikan terhadap produktivitas
primer. Hal ini diduga
dari hasil pengamatan
di lapangan hampir
di sepanjang sungai terdapat penambangan
pasir di badan
sungai sehingga memungkinkan
memberikan sebaran yang
seragam pada parameter kualitas
air. Kemudian perbedaan kondisi
cuaca (hujan dan
tidak hujan) tidak memberikan
pengaruh yang nyata diduga
disebabkan pada saat
pengamatan kondisi iklim
mikro lokasi penelitian tidak mengalami perubahan
yang signifikan antara
cuaca hujan dan
tidak hujan. Juga interaksi kedua faktor tersebut tidak
memberikan nilai peubah
yang signifikan pada tingkat
produktivitas primer sungai Riam
Kanan di desa
Awang Bangkal.
Parameter Fisika Perairan
Suhu
Hasil pengukuran
suhu secara ringkas disajikan pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Suhu air selama pengamatan
Kemudian berdasarkan
PP No.82 tahun 2001 tentang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air (kelas
III), dan berdasarkan
Peraturan Gubernur Kal-Sel
No.05 Tahun 2007
(kelas III) dengan deviasi 3 (dev.temperatur).
Kisaran suhu
pada saat pengamatan
masih dalam batas
toleransi untuk kehidupan ikan,
karena menurut Cahyono
Bambang (2000), suhu
air yang cocok
untuk pertumbuhan ikan
adalah berkisar antara 15oC – 30oC.
Hasil univariat
analysis of Varian menunjukkan bahwa
untuk kondisi cuaca,
letak stasiun dan
faktor interaksi kesemuanya
menunjukkan tidak ada
pengaruh yang nyata terhadap suhu air.
Kecerahan
Hasil pengukuran
kecerahan disajikan pada Gambar 3
Gambar 3.
Fluktuasi Kecerahan
Hasil uji
F menunjukkan kondisi
cuaca tidak hujan
memberikan pengaruh yang
signifikan pada tingkat
kecerahan, hasil uji
lanjutan LSD didapat
bahwa kecerahan di stasiun II
dengan III dan
stasiun I dengan II berbeda
nyata, stasiun I
dengan III tidak
berbeda nyata, untuk
faktor stasiun dan
faktor interaksi tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecerahan air.
Kekeruhan
Kekeruhan. secara
ringkas dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Fluktuasi
Kekeruhan
Hasil
uji F menunjukkan untuk kondisi
cuaca, letak stasiun
dan faktor interaksi
menunjukkan tidak ada
pengaruh yang signifikan
terhadap kekeruhan.
Kecepatan Arus
Tabel 1. Hasil
Pengukuran Kecepatan Arus (m/det)
Hasil
uji F untuk faktor cuaca, letak stasiun
dan interaksinya semua
menunjukkan tidak ada pengaruh
yang nyata terhadap konsentrasi DO.
Biological Oxygen Demand (BOD)
Gambar 10.
Fluktuasi BOD (mg/l)
Bila dibandingkan
dengan PP No.82
tahun 2001 (kelas
III), angka batas
minimum adalah 6
mg/l, dan berdasarkan
Peraturan Gubernur Kal-Sel
No.05 Tahun 2007 (kelas III) batas minimal BOD 4
mg/l, dengan demikian
hasil pengukuran pada
kondisi tidak hujan : 5,23 – 18,02 mg/l dan hujan
4,12 – 10,96
mg/l berada di
atas ambang toleransi,
dengan demikian perairan
telah tercemar bahan
organik. Perairan dengan nilai
BOD lebih besar dari 10 mg/l
diperkirakan telah tercemar
bahan organik. Kandungan bahan
organik dalam jumlah
tinggi, diduga karena pengadukan
masa air akibat tambang
pasir kegiatan perikanan,
masuknya bahan organik
dari run off
serta penggunaan sungai
untuk kegiatan domestik seperti MCK di sungai.
Hasil
uji F menunjukkan untuk
kondisi cuaca, letak
stasiun dan faktor
interaksi menunjukkan tidak
ada pengaruh yang nyata terhadap BOD.
Derajat Keasaman (pH)
Hasil pH
secara ringkas di
sajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Fluktuasi pH
Bila dibandingkan
dengan PP No.82
tahun 2001 (kelas
III) dan Peraturan
Gubernur Kal-Sel No.05
Tahun 2007 (kelas
III) dengan kisaran
pH yang dianjurkan
adalah 6 –
9, dengan demikian
hasil pengukuran pH
di semua stasiun
masih berada pada kisaran yang dianjurkan, kecuali
pada stasiun II
(cuaca hujan) dengan
nilai pH sebesar
4,82 berada di
awah nilai rekomendasi.
Susanto Heru (1994),
menyatakan untuk kelangsungan
hidup ikan dan laju pertumbuhan ikan, pH 4 –
9, optimum 6,7
– 8,6, dengan
demikian pH di
perairan Riam Kanan
desa Awang Bangkal, masih dalam toleransi untuk
usaha budidaya ikan.
Hasil
uji F menunjukkan untuk kondisi
cuaca, letak stasiun
dan faktor interaksi
menunjukkan tidak ada
pengaruh yang signifikan terhadap nilai pH.
Sulfat (SO4)
Hasil SO4
disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Fluktuasi Sulfat (mg/l)
Hasil uji
F untuk faktor
cuaca dan letak stasiun
pengamatan memberikan pengaruh pada konsentrasi sulfat di
perairan sungai Riam
Kanan. dan interaksi keduanya tidak
memberikan pengaruh signifikan
terhadap konsentrasi sulfat
di perairan. Hasil
uji (LSD) dimana diketahui bahwa
semua stasiun memberikan
perbedaan yang signifikan terhadap konsentrasi sulfat.
Fosfat (PO4)
Hasil PO4
secara ringkas di
sajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Fluktuasi
Fosfat (mg/l)
Bila dibandingkan
dengan PP No.82 tahun
2001 dan Peraturan
Gubernur Kal- Sel No.05
Tahun 2007 (kelas
III) kadar fosfat di
perairan minimal 1
mg/l, dengan demikian
konsentrasi fosfat dari
hasil pengukuran berada di bawah
nilai minimal yang dianjurkan.
Tetapi untuk kelangsungan hidup
dan laju pertumbuhan ikan, Susanto
Heru (1994) menyarankan kisaran fosfat < 0,02 mg/l,
dengan demikian kadar fosfat di perairan sungai Riam Kanan desa Awang
Bangkal masih berada
di atas nilai yang
dianjurkan untuk kegiatan budidaya ikan.
Hasil uji
F untuk faktor
cuaca, letak stasiun dan
interaksinya tidak memberikan
pengaruh yang signifikan
terhadap konsentrasi fosfat di perairan. Besi (Fe) Hasil Fe disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10.
Fluktuasi Fe (mg/l)
Bila dibandingkan
dengan PP No.82
tahun 2001dan Peraturan Gubernur Kal-Sel No.05
Tahun 2007 (kelas
III) konsentrasi besi di perairan
tidak dipersyaratkan. Tetapi
dibandingkan dengan BMA
untuk kehidupan fitoplankton, kadar besi adalah < 0,5
mg/l (Reynolds, 1990),
dengan demikian konsentrasi besi
dari hasil pengukuran di
sungai Riam Kanan
desa Awang Bangkal, masih
berada dibawah nilai yang
direkomendasikan. Hasil uji F
menunjukkan bahwa kondisi cuaca, letak stasiun faktor interaksinya menunjukkan
tidak ada pengaruh
yang nyata terhadap
konsentrasi besi di perairan
sungai Riam Kanan
desa Awang Bangkal.
Nitrat (NO3)
Hasil NO3 di
sajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Fluktuasi NO3
(mg/l)
Bila dibandingkan
dengan PP No.82 tahun
2001 dan berdasarkan Peraturan Gubernur
Kal-Sel No.05 Tahun
2007 (kelas III)
konsentrasi nitrat di
perairan 20 mg/l,
dengan demikian konsentrasi
nitrat dari hasil pengukuran
masih berada di
bawah nilai yang direkomendasikan. Tetapi untuk kelangsungan
hidup dan laju pertumbuhan ikan
kadar nitrat yang dianjurkan adalah
< 1,5 mg/l, Hasil
uji F untuk kondisi cuaca,
letak stasiun dan interaksinya tidak ada
pengaruh nyata terhadap konsentrasi
nitrat perairan sungai Riam Kanan desa Awang Bangkal.
Mangan (Mn)
Hasil Mn
secara ringkas di
sajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Fluktuasi Mn
(mg/l)
Bila dibandingkan
dengan PP No.82
tahun 2001 dan
berdasarkan Peraturan Gubernur
Kal-Sel No.05 Tahun
2007 (kelas III)
konsentrasi mangan di
perairan untuk perikanan
tidak dipersyaratkan sehingga
tidak menjadi faktor
pembatas dalam kegatan usaha
budidaya ikan. Hasil uji F menunjukkan kondisi cuaca dan
letak stasiun pengamatan
menunjukan hasil yang berbeda nyata
sedangkan faktor interaksi
menunjukkan tidak ada
pengaruh nyata terhadap konsentrasi mangan.
Minyak/ Lemak
Tabel 2. Konsentrasi Minyak (mg/l)
Dari Tabel
diatas menunjukkan bahwa konsentrasi minyak
di semua stasiun
dan semua kondisi
cuaca (hujan dan
tidak hujan) kurang dari
0,01mg/l, bila dibandingkan
dengan PP No.82 tahun 2001 tentang
pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air (kelas III) dan Peraturan Gubernur Kal-Sel No. 05
Tahun 2007 (kelas
III) mensyaratkan minyak sebesar 1000
µg/l, dengan demikian konsentrasi minyak
masih dalam batas
toleransi untuk kegiatan
budidaya perikanan.
Parameter Biologi Perairan
Fitoplankton
Kelimpahan
dan Komposisi Fitoplankton
Dari
hasil pengamatan ditemukan tiga
Phyllum yaitu : Cyanophyta ,
Chlorophyta dan Chrysophyta
pada cuaca hujan
dan tidak hujan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Kelimpahan
Fitoplankton (Sel/Liter)
Sumber
: Data primer di olah 2008
Hasil pengamatan
menunjukkan kesuburan perairan, tergolong sedang, sebagaimana
yang dinyatakan oleh
Lund 1969 di dalam
Mula, U, (1989),
bahwa kelimpahan 0,1-
40 juta sel
tergolong perairan kesuburan
sedang. Indeks
Keanekaragaman dan
Keseragaman
Tabel 4. Indeks Keanekaragaman Jenis Fitoplankton
Hasil H’
menunjukkan nilai di
atas 1. Odum (1971)
di dalam Ridhayati
(2001), menyatakan H’
yang terbesar (d>1)
akan diperoleh jika
semua individu dari
genus atau spesies yang berbeda
dan nilai terkecil (d=0) jika semua individu
berasal dari satu spesies
saja. Berarti perairan
ini memiliki keanekaragaman genus/ spesies yang tinggi.
Indeks keseragaman tersaji pada
Tabel 5.
Tabel 5.
Indeks Keseragaman Jenis
Fitoplankton
Sumber
: Data primer di olah 2008
Hasil
diatas menunjukkan penyebaran jumlah individu
setiap spesies seragam.
Menurut Odum (1971)
di dalam Ridhayati
(2001), menyatakan bahwa
semakin kecil nilai
indeks keseragaman semakin
kecil keseragaman populasi.
Zooplankton
Kelimpahan dan
Komposisi zooplankton Dari hasil pengamatan ditemukan Phyllum
yaitu : Flagellata, Protozoa dan Aschelminthes. Untuk
jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Kelimpahan
Zooplankton (Sel/Liter)
Sumber
: Data primer di olah 2008
Hasil pengamatan
menunjukkan perairan miskin hara sampai
sedang, sebagaimana yang dinyatakan
oleh Lund 1969
di dalam Mula,
U, (1989), bahwa
kelimpahan < 0,1
juta sel/m3 (miskin hara).dan 0,1-40
juta sel/m3 (perairan sedang).
Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman
Tabel 7. Indeks
Keanekaragaman Jenis
Zooplankton
Sumber
: Data primer di olah 2008
Hasil pengamatan
menunjukkan perairan tergolong
kriteria pencemaran buruk sampai sangat
buruk. Dinyatakan Canter dan Hill (1981) di dalam Soegianto
(2004)., perairan tercemar
buruk bila H’ 1,00-1,39 dan sangat buruk bila H’ <
1,00. Selanjutnya indeks
keseragaman secara lengkap
tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8. Indeks
Keseragaman Jenis Zooplankton
Sumber
: Data primer di olah 2008
Hasil
pengamatan menunjukkan. nilai,
keseragaman antara species
rendah sampai relatif
merata. Menurut Fachrul
F. Melati, 2007, nilai indeks keseragaman berkisar 0
– 1,semakin kecil, keseragaman antar
species rendah, sebaliknya
semakin besar, keseragaman
relatif merata.
Hubungan
Parameter Kualitas Air dengan
Produkltivitas Primer
Persamaan regresi
yang dibentuk pada
saat cuaca hujan adalah :
Y = -13,636
- 10,116X1 –
18,135 X2 – 6,308 X3 + 21,269 X4
Persamaan regresi
pada saat cuaca
tidak hujan adalah :
Y = 128,928
+ 1974 X1
+ 3,595 X2
+ 6,166X3 – 69,660 X4
Dimana
: X1
: Kecerahan, X2 : Nitrat,
X3 : fosfat dan X4 : pH.
Hasil uji
secara simultan maupun parsial menunjukkan
tidak berbeda nyata,
yang berarti semua
parameter kualitas air,
baik pada kondisi
hujan dan tidak
hujan tidak memberikan
hubungan yang signifikan untuk peningkatan produktivitas
primer.
Kesimpulan
1.
Produktivitas primer sungai Riam Kanan
desa Awang Bangkal
tergolong kategori oligotrofik,
yang berarti miskin
zat hara atau
tidak subur (produktivitasnya rendah).
2.
Parameter fisika perairan
(suhu, kecerahan, kekeruhan,
dan parameter kimia perairan ( DO, pH, SO4, PO4, Fe, NO3, Mn
dan minyak, kecuali
BOD) masih dalam batas toleransi,
berdasarkan PP No.82
tahun 2001, Peraturan
Gubernur Kal-Sel No.05
Tahun 2007 dan
layak untuk keperluan
budidaya perikanan
3.
Parameter biologi perairan,
ditemukan fitoplankton phyllum: Cyanophyta, Chlorophyta dan Chrysophyta, dengan
H’ genus/species tinggi. Zooplankton phyllum:
Flagellata, Protozoa dan Aschelminthes, dengan H’antar species rendah, tergolong
kriteria pencemaran sedang sampai baik.
4.
Dari semua parameter
kualitas air tidak memberikan hubungan
yang signifikan
terhadap produktivitas primer baik secara
simultan maupun parsial.
1.2.2.
BOD
Biochemical
Oxygen Demand menunjukkan jumlah oksigen dalam satuan ppm yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan
bahan-bahan
organik yang terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD
diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan
penduduk atau industri. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah,
apabila suatu badan air dicemari oleh zat oragnik, bakteri dapat menghabiskan
oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi
tersebut
yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan dapat menimbulkan bau
busuk pada air tersebut.
1.2.2.1. Metode Analisis BOD
Metode Pemeriksaan BOD
adalah dengan metode Winkler (Titrasi di Laboratorium). Prinsipnya dengan
menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dan Na0H - KI,
sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4
atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut
kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan
standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan
menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Prinsip pemeriksaan
parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di
dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Untuk
menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari
untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata
lain tes BOD berlaku sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur
DO nol dan setelah mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C atau 3 hari
pada suhu 25°C–27°C diukur lagi DO air tersebut.
Perbedaan DO air tersebut
yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk proses biokimia akan selesai dalam
waktu 5 hari dipergunakan dengan anggapan segala proses biokimia akan selesai
dalam waktu 5 hari, walau sesungguhnya belum selesai.
1.2.2.1. Kelebihan dan kelemahan
Metode Analia BOD
Kelebihan Metode Winkler
dalam menganalisis BOD adalah teliti dan akurat. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi
iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tio dan
penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan
standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan BOD yang lebih
akurat.
Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis BOD adalah dimana dengan cara winkler penambahan indikator
amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum
tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk
kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal
ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan ada yang harus
diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada
titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2
oleh endapan.
1.2.3. Penanggulangan Kelebihan/Kekurangan Kadar BOD
Penanggulangan kelebihan
kadar BOD adalah dengan cara sistem lumpur aktif yang efisien dapat
menghilangkan padatan tersuspensi dan BOD sampai 90%. Ada pula cara yang lain
yaitu dengan Sistem constructed wetland merupakan salah satu cara untuk
pengolahan lindi yang memanfaatkan simbiosis mikroorganisme dalam tanah dan
akar tanaman. Sistem ini juga merupakan sistem pengolahan limbah yang ekonomis.
Penelitian ini bertujuan menganalisis kemampuan sistem sub-surface constructed
wetland untuk menurunkan kandungan COD, BOD dan N total.
Apabila kandungan zat-zat
organik dalam limbah tinggi, maka semakin banyak oksigen yang dibutuhkan untuk
mendegradasi zat-zat organik tersebut, sehingga nilai BOD dan COD limbah akan
tinggi pula. Oleh karena itu untuk menurunkan nilai BOD dan COD limbah, perlu
dilakukan pengurangan zat-zat organik yang terkandung di dalam limbah sebelum
dibuang ke perairan. Pengurangan kadar zat-zat organik yang ada pada limbah
cair sebelum dibuang ke perairan, dapat dilakukan dengan mengadsorpsi zat-zat.
tersebut menggunakan adsorben. Salah satu adsorben yang memiliki kemampuan
adsorpsi yang besar adalah zeolit alam.
BAB II
ALAT
DAN BAHAN
2.1. Alat
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.
Botol Winkler : 3 buah
2.
Buret 50 ml : 1 buah
3.
Klem dan statif : 1 buah
4.
Pipet volum 25 ml : 1 buah
5.
Pipet tetes : 4 buah
6.
Corong : 1 buah
7.
Spatula : 1 buah
8.
Beaker glass : 3 buah
9.
Enlemeyer : 4 buah
10.
Pipet volume 2 ml : 1 buah
11.
Batang pengaduk : 1 buah
12.
Bola karet : 2 buah
13.
Gelas ukur :
2 buah
2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Sampel ( Air mineral merek Aqua, Air
mineral merek Ades, dan Air mineral merek Gundaling) : Secukupnya
2.
Larutan MnSO4 : 2 ml
3.
Alkali Azida Iodida :
2 ml
4.
H2SO4 (p) :
2 ml
5.
Larutan Tio 0,025 N :
Secukupnya
6.
Indikator amylum :
Secukupnya
7.
Aquades :
Secukupnya
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1. Prosedur Kerja Pembuatan Reagen pada
Penetapan BOD
1.
MgSO4 : 22,5grm MgSO4.7H2O
dilarutkan jadi 1 liter
2.
CaCl2 :
27,5grm CaCl2 dilarutkan jadi 1 liter
3.
FeCl3.6H2O :
0,25grm FeCl3 dilarutkan jadi 1 liter
4.
Buffer pH 7,2
K2HPO4 : 21,75 grm
KH2PO4 : 8,50 grm
Na2HPO4.12H2O : 44,6 grm
NH4Cl : 1,7 grm
Semua bahan tersebut dilarutkan jadi 1
liter dengan aquadest.
5.
MnSO4
: 240 grm MnSO4 jadi 500 ml
6.
Alkali-Azida-Iodida
KOH 350 grm, KI 75 grm dan NaN3
10 grm dilarutkan jadi 500 ml dan disimpan dalam botol poly etylen dan tempat
gelap.
7.
Tio 0,025 N
6,5
grm tio sulfat tambahkan 2 grm Na2CO3 anhydrat dilarutkan
jadi 1 liter dengan aquadest dan tambahkan 10 ml anvil alkohol, aduk sempurna.
Biarkan selama 2 hari, setelah itu distandarisasi.
3.2. Prosedur Kerja Penetapan BOD
1. Ditentukan oksigen terlarut
pada nol hari (OT0), dengan cara :
a.
Dimasukkan sampel kedalam botol winkler, diisi sampai penuh
dan ditutup.
b.
Dibuka tutup botol winkler, ditambahkan 2 ml MnSO4
dan 2 ml Alkali Azida Iodida. Diaduk sampai homogen, didiamkan kurang
lebih 15 menit.
c.
Dibuang cairan jernih diatasnya sebanyak
25 ml.
d.
Ditambahkan 2 ml H2SO4 (p) dan diaduk,
larutan akan berubah menjadi berwarna
kunng tua.
e.
Dititrasi dengan Tio 0,025 N sampai
larutan menjadi warna kuning muda.
f.
Kemudian ditambahkan indikator amylum beberapa tetes
kedalam larutan kuning muda hingga berubah warna menjadi larutan
biru
donker.
g.
Setelah larutan biru donker
terbentuk, dititrasi lagi dengan Tio 0,025 N sampai menjadi larutan tidak berwarna.
h.
Dicatat volume Tio 0,025 N yang terpakai.
2. Penentuan oksigen terlarut setelah 5 hari (OT5), dengan
cara :
a. Dimasukkan sampel kedalam
botol winkler, diisi sampai penuh dan ditutup.
b. Kemudian disimpan
dalam inkubator pada suhu 20o C selama 5 hari.
c. Setelah itu, dibuka
tutup botol winkler, ditambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml Alkali Azida
Iodida. Diaduk sampai homogen, diamkan kurang lebih 15 menit.
d. Dibuang cairan jernih diatasnya sebanyak 25 ml.
e. Ditambahkan 2 ml
H2SO4 (p) dan diaduk, larutan akan berwarna kuning tua.
f. Dititrasi dengan Tio 0,025 N sampai larutan menjadi warna kuning muda.
g. Kemudian
ditambahkan
indikator amylum beberapa tetes
kedalam larutan kuning hingga berubah warna menjadi larutan biru donker.
h. Setelah
larutan biru donker terbentuk, dititrasi lagi dengan Tio
0,025 N sampai menjadi larutan tidak berwarna.
i. Dicatat
volume Tio 0,025 N yang terpakai.
BAB
IV
GAMBAR
RANGKAIAN
4.1.
Gambar Rangkaian Penentuan Oksigen Terlarut
1.
Sampel dipersiapakan terlebih dahulu
2.
Sampel dimasukkan kedalam botol winkler
3.
Botol Winkler yang sudah diisi sampel dimasukkan kedalam
inkubator
4.
Penambahan larutan MnSO4 2 ml kedalam sampel
5. Penambahan larutan Alkali Azida Iodida
sebanyak 2 ml
6. Didiamkan
selama 15 menit
7. Penambahan larutan H2SO4
pekat sebanyak 2 ml.
8.
Dititasi dengan Tio 0,025N sampai kuning muda
9. Penambahan Indikator amylum sampai
warna biru donker
10.
Dititrasi kembali sampai menjadi tidak berwarna
Warna Titik Akhir Titrasi (TAT)
BAB V
DATA
PENGAMATAN
Tabel 5.1. Data Pengamatan Penetapan Kadar BOD
Sampel
Air Mineral
|
Volume sampel (ml)
|
Volume MnSO4 (ml)
|
Volume Alkali azida
iodida
(ml) |
Volume sampel
terbuang
|
Volume H2SO4
(ml)
|
Indikator amilum
(tetes)
|
Volume Tio (ml)
|
Merek Aqua
|
104,8
|
2
|
2
|
25
|
2
|
5
|
3,40
|
Merek Ades
|
108,3
|
2
|
2
|
25
|
2
|
5
|
5,00
|
Merek Gundaling
|
96,2
|
2
|
2
|
25
|
2
|
5
|
5,40
|
5.2. Perubahan
warna
Sampel didiamkan Larutan Tidak Berwarna
5 Hari
Sampel + MnSO4 Lautan tidak berwarna + Gel
Lar. Tidak berwarna dan Gel +
Alkali Azida Iodida
didiamkan 2
Lapisan
15 menit
2 Lapisan 1. Lar Tidak berwarna dibuang (25
ml)
Dipisahkan 2.
Kuning Kecoklatan
1. Lar Tidak berwarna dibuang + H2SO4(p) Larutan
Orange
2. Kuning
Kecoklatan
.
Larutan Orange titrasi Larutan kuning muda
Na2S2O3 0,025 N
Larutan kuning muda
+ ind. amylum Larutan
biru donker
titrasi
Larutan biru donker
Larutan
tidak berwarna
Na2S2O3
0,025 N
BAB VI
PENGOLAHAN
DATA
6.1. Perhitungan Kadar BOD
1. Untuk Sampel Air Mineral Aqua
OTo
= 15,6914 ppm
OT5
= 8,5213 ppm
BOD = OT0
– OT5
= 15,6914 ppm – 8,5213 ppm
= 7,1701 ppm
2. Untuk Sampel Air Mineral Merek Ades
OTo
= 21,88 ppm
OT5
= 12,01 ppm
BOD = OT0
– OT5
= 21,88 ppm – 12,01 ppm
= 9,87 ppm
3. Untuk Sampel air mineral Merek Gundaling
OTo
= 15,16 ppm
OT5
= 7,874 ppm
BOD = OT0 – OT5
=
15,16 ppm – 7,874 ppm
= 7,286 ppm
6.2. Reaksi
MnSO4 + 2H2O Mn(OH)2 + H2SO4
Mangan Sulfat Air Mangan(II) Asam Sulfat
Hidroksi
4Mn(OH)2 +
O2 + 2H2O 4Mn(OH)3
Mangan(II) Oksigen Air Mangan(III) Hidroksi Hidroksi
2Mn(OH)3 + 2
KI NaN3 2Mn(OH)2 +
I2 +
2KOH + 2NaN3
Mangan(III)
Alkali Azida
Mangan(II) Iodium Kalium Azida
Hidroksi
Iodida Hidroksi hidroksida
Mn (OH)2 +
I2 + H2SO4 Mn(SO4)
+ I2
+ 2H2O
Mangan (II)
Iodium asam
sulfat Mangan Iodium
air
hidroksi sulfat
I2 +
2Na2S2 Na2S4O6 +
2NaI
Iodium Natrium Tiosulfat Natrium Tetrationate Natrium Iodida
BAB VII
KESIMPULAN
DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kadar
oksigen terlarut pada hari ke lima dari sampel Air mineral
merek Aqua sebesar 8,5213 ppm, Air mineral merek Ades sebesar 12,01 ppm, dan Air mineral merek Gundaling
sebesar 7,874 ppm.
2. Kadar BOD dalam sampel Air mineral merek
Aqua = 7,1701 ppm , Air mineral merek Ades 9,87 ppm dan Air mineral merek
Gundaling = 7,286 ppm.
3. Berdasarkan Persyaratan air minum Sesuai dengan PP No 82/2001, tidak ada yang
memenuhi pesyaratan standar kadar BOD pada air yaitu maksimal 2 ppm. Hal ini
dipengaruhi karena penggunaan indikator yang tidak tepat pada sampel, dan juga
karena sampel yang telah digunakan telah tercemar sehingga kadar BOD nya
menjadi tinggi.
7.1. Saran
Sebaiknya setiap sampel dilakukan pentitrasian lebih
dari 1 kali sehingga dapat dibuat
perbandingan dan dapat diketahui jika ada terjadi kesalahan pada titrasi dan
hasil oksigen terlarut dapat diperoleh lebih akurat. Dan juga harus
berhati-hati dalam penggunaan indikator amilum untuk penentuan titik akhir
titrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Connell, Des W,dkk. 2006. Kimia Dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Ginting, Perdana Ir.2007. Sistem Pengelolaan lingkungan Dan Limbah
Industri. Bandung : Yrama Widya.
Kodoatie,Robert J,dkk.2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Yogyakarta : C.V ANDI OFFSET.
Mukhlisah,dkk.
2011. Produktivitas
Primer dan Kondisi Fisika Kimia Perairan Sungai Riam Kanan Desa Awang Bangkal
Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar. Lambung Mangkurat: Univrsitas Lambung Mengkurat.
Mulia, Ricki M. 2010. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Graha Ilmu
LAMPIRAN
Karakteristik Air
Sumber
: Pengantar Pengolahan Air, TL 4001
Rekayasa Lingkungan 2009 Program Studi Teknik Lingkungan ITB.