Minggu, 15 November 2015



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Praktikum
1. Menganalisa kadar BOD dalam sampel
2. Memahami metode analisis kadar BOD

1.2. Landasan Teori
1.2.1.  Produktivitas Primer dan Kondisi Fisika Kimia Perairan Sungai Riam Kanan Desa Awang Bangkal Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar

Pendahuluan 
Perairan  sungai  Riam  Kanan  Desa Awang  Bangkal  merupakan  salah  satu daerah  perairan  umum  yang  memiliki  potensi  perikanan  budidaya dengan menggunakan  sistem  keramba  dan  jala apung.  Apabila  potensi  tersebut dimanfaatkan  seoptimal  mungkin  akan  meningkatkan  kesejahteraan  masyarakat yang ada disekitarnya.  Akan tetapi dengan  peningkatan  aktivitas  masyarakat  seperti adanya  penambangan  pasir  dan  koral   di  badan  sungai  dan  penambangan  batu gunung  disekitar  sungai,  tentunya berimplikasi  negatif    pada  kualitas  air sungai  yang  akan  memberikan  dampak  ekologis,  sosial  dan  ekonomi  masyarakat sekitar  dikemudian  hari.  Oleh  karena  itu  kelestarian  sungai  dengan  kondisi  ekosistem  alami  perlu  dipertahankan  agar  mampu  mendukung  kegiatan  masyarakat  sesuai  potensi  yang  dimiliki    untuk  dikembangkan  tanpa  merusak  lingkungan  sungai tersebut. 
Kegiatan penambangan pasir dan koral di sungai  merupakan  kegiatan  penambangan  rakyat  yang  telah  berlangsung  puluhan  tahun  dan  dilaksanakan  secara  turun  temurun. Kegiatan penambangan memberikan dampak  cemaran   dan  pengikisan  tebing sungai  akibat  gerusan  arus  dan  ombak. Sistem  ekologi  sungai  Riam  Kanan  juga mendapat  tekanan  penurunan  kualitas akibat  penambangan  batu  gunung  yang dilakukan di  pegunungan  Awang  Bangkal  Barat  yang  mengakibatkan  intrusi  air dengan  material  tersuspensi  dan  terlarut melalui  aliran  permukaan  juga dari aktivitas domestik masyarakat.
Dengan  melihat  kondisi  tersebut, menjadikan  satu  pemikiran  dan  kajian untuk  melihat  kondisi  terkini  karakteristik sungai  dari  aspek  fisika,  kimia  dan  biologi  sehingga  didapatkan  suatu  gambaran  nyata tentang kualitas lingkungan perairan sungai   Riam  Kanan  Desa  Awang  Bangkal  dan status pencemaran yang terjadi.
Tujuan  yang  dicapai  dalam  penelitian ini adalah  mengetahui tingkat produktivitas primer,  kondisi  kualitas  air  (fisika,  kimia  dan  biologi)  dan  menganalisis  hubungan parameter fisika dan kimia terhadap tingkat produktivitas  primer,  yang  nantinya digunakan  sebagai  dasar  pertimbangan dalam  pemanfaatan  badan air untuk aktifitas  perikanan,  pertambangan dan   gambaran  tingkat  pencemaran  perairan Sungai Riam Kanan Desa Awang Bangkal.

Metodologi  Penelitian  
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di  perairan sungai  Riam  Kanan  desa  Awang  Bangkal  Kecamatan  Karang  Intan  Kabupaten Banjar.  Dengan  lama penelitian  3 bulan,  yaitu mulai bulan Mei sampai Juli 2008.   

Metode Penelitian  
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, bersifat deskriptif  research, menggambarkan kondisi terkini kualitas air dari aspek fisika, kimia dan biologi, yang mendukung  untuk  kegiatan  budidaya perikanan di lokasi penelitian.

Parameter Pengamatan
Penetapan parameter kualitas perairan didasarkan  pada  parameter kunci dari  hasil  buangan penambangan batu gunung, pasir/koral, dan aktivitas domestik seperti: suhu,kecerahan,kekeruhan,kecepatan arus  DO, BOD, pH,  SO4, PO4, Fe, NO3, Mn, Minyak   dan plankton. Titik Pengambilan Sampel Penentuan  titik  sampel  dilakukan secara  purposive  sampling,  dengan  stasiun 

Pengamatan adalah sebagai berikut: 
Stasiun   I : Terletak  di  hulu, daerah perairan Batu Kambing. 
Strasiun II:Terletak  di  sekitar  intrusi aliran  air  permukaan yang  membawa  materi  tambang  batu  gunung  dan  tambang  pasir / koral di badan sungai.
Stasiun III:Terletak di   hilir,  yang  relatif jauh  dari  aktivitas intrusi aliran  air  permukaan yang membawa  materi  dari tambang batu gunung dan tambang pasir/ koral.  

Teknik Pengambilan Sampel 
Pengukuran  dan  pengambilan  sampel di masing-masing  stasiun dilakukan sebanyak  2  kali,  pada  kondisi  hujan  dan tidak  hujan. Pengambilan sampel menggunakan  botol  sampel. Untuk pengukuran  sampel  air  sebagian  dilakukan  langsung di lapangan, sebagian dianalisa di  laboratorium. 
   
Pengukuran  Produktivitas Primer 
Pengukuran  produktivitas  primer dilakukan  dengan cara botol terang dan gelap,  dan  didasarkan  pada  prakiraan oksigen  yang  dilepaskan  oleh  produser selama  suatu  selang  waktu. Beberapa  langkah  analisis  sebagai berikut. 
1.  Botol  gelap  dan  botol  terang  harus dibiarkan  tersuspensi  dalam  air  dengan  kedalaman tertentu, selama satu sampai  beberapa jam.  Sering digunakan jangka  waktu  enam  jam  (dari  terbit  matahari sampai tengah hari) 
2.  Menentukan  oksigen  yang  dikonsumsi  (pernapasan)  dengan  cara  menghitung selisih  kadar  oksigen  pada  awal  percobaan dengan kadar oksigen dalam  botol gelap pada akhir percobaan. 
3.  Menentukan  produktivitas  primer  kotor (total oksigen yang dihasilkan)  dengan  cara  menghitung  selisih  kadar  oksigen  dalam  botol  terang  pada  akhir  percobaan dengan adar oksigen dalam  botol gelap pada akhir percobaan. 
4.  Produktivitas primer bersih dilakukan dengan cara menghitung selisih  produktivitas  primer  kotor  dengan  pernapasan.  
5.  Untuk  mengubah  nilai  mg/l oksigen  menjadi  mg/karbon/m3,  kalikan  nilai mg/l  dengan  375,36.  Satuan  waktu  dapat  per  jam  atau  per  hari  (12  jam),  karena  hanya  akan  ada  sinar  matahari  12 jam dalam 24 jam sehari.
 
Komposisi Komunitas Plankton 
Indeks Keanekaragaman Indeks ini digunakan untuk mengetahui  keanekaragaman  jenis  biota  perairan.  Persamaan  yang  digunakan  untuk  menghitung  indeks  ini  adalah  persamaan  Shanon-Wiener.

 

Dengan : 
Hi   =  Indeks diversitas Shannon – Wiener
Pi   =  ni/N
ni   =  jumlah individu jenis ke- i
N   =  Jumlah total individu, 
S  =  Jumlah general (populasi)   
 
Indeks Keseragaman 
Persamaan yang digunakan :   
E   =  H’ / H’ maks 
Dengan :  
E              =  Indeks kemerataan     
H’ maks   =  Ln s (s adalah jumlah general)   
H’            =  Indeks keanekaragaman    
 
Kelimpahan Plankton  Dihitung berdasarkan rumus :  
N  =  n x (Vr/ Vo) x (1/Vs) 
Dengan :  
N              =   jumlah sel per liter 
n               =   Jumlah sel yang diamati   
Vr            =   Volume air tersaring (ml)  
Vo             =  Volume  air  yang  diamati  (pada  Segwick Rafter) (ml) 
Vs                        =  Volume air disaring (l)         
 
Identifikasi Plankton       
Identifikasi plankton  dilakukan dengan  menggunakan  buku    petunjuk  dari   Needham dan Needham(1966).  
 
Analisis Data   
Data  hasil  pengukuran  untuk  masing-masing sampel dianalisis dengan cara : 
1. Membandingkan nilai  hasil pengukuran parameter kualitas air dengan Peraturan  Pemerintah  Nomor  82  Tahun  2001 Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor  05  Tahun  2007.  Dan  juga kisaran kuantitatif parameter kualitas air untuk  kelangsungan  hidup  dan  laju pertumbuhan ikan   
2.  Parameter  fisika,  kimia,  dan  biologi  perairan  sungai  Riam  Kanan  desa  Awang  Bangkal  dianalisis  dengan statistik  deskriptif serta  mengetahui  pengaruh dari kondisi cuaca, stasiun dan interaksinya  terhadap  nilai  parameter kualitas air. 
3. Menganalisis  hubungan  parameter  fisika  dan  kimia  terhadap  tingkat  produktivitas primer.  

Hasil dan Pembahasan 
Keadaan Umum Lokasi Penelitian 
Desa  Awang  Bangkal  secara administratif  memiliki  batas-batas  wilayah  sebagai  berikut:  Utara berbatasan  Desa Mandikapau  Timur,    Selatan  berbatasan  Desa Bukit Besar,  Timur Berbatasan Desa  Aranio dan  Barat Desa Mandiangin Barat.  Luas  desa  Awang  Bangkal  15,19  km2,  ber  penduduk  2.505  jiwa,  mata  pencaharian  adalah  petani  ikan ,  buruh  batu,  penyadap karet  dan  PNS. Desa  Awang  Bangkal, desa  yang dilalui  oleh  aliran  sungai  Riam  Kanan merupakan  daerah  perairan  umum,  pada saat ini dimanfaatkan untuk usaha budidaya  perikanan  dengan  menggunakan  keramba  dan jala apung,  selain itu badan air sungai  dimanfaatkan untuk penambangan pasir dan  koral,  dan    daerah  di  atasnya;  merupakan daerah  pegunungan,  yang  dimanfaatkan  oleh  masyarakat  untuk  penambangan  batu  gunung.







Tingkat Produktivitas Primer  
Hasil  pengukuran  produktivitas  primer dapat dilihat pada Gambar 1.  
 
         
Gambar 1. Tingkat Produktivitas Primer 
 
Menurut Weber di dalam Basmi Johan (2000),  produktivitas  primer  sungai  untuk  perairan  oligotrofik  0    0,2  mg  C/m2/hari,  mesotrofik  0,2    0,75  mg  C/m2/hari  dan  oligotrofik  >  0,75  mg  C/m2/hari,  dibandingkan  dengan  hasil  penelitian,  produktivitas  primer  sungai  Riam  Kanan  desa Awang Bangkal berkisar antara 0,07 – 0,13  mg  C/m2/hari,  maka sungai  tersebut  tergolong  oligotrofik,  yang  berarti  sungai  atau perairan tersebut miskin akan zat hara atau  makanan,  dengan  kata  lain produktivitasnya rendah.
Hasil   uji F untuk kondisi cuaca, letak stasiun  pengamatan  dan  interaksinya  menunjukkan    tidak  ada  pengaruh  yang  signifikan  terhadap  produktivitas  primer. Hal  ini  diduga  dari  hasil  pengamatan  di  lapangan  hampir  di  sepanjang  sungai terdapat  penambangan  pasir  di  badan  sungai  sehingga  memungkinkan  memberikan  sebaran  yang  seragam  pada parameter  kualitas  air. Kemudian  perbedaan  kondisi  cuaca  (hujan  dan  tidak hujan)  tidak  memberikan  pengaruh  yang nyata  diduga  disebabkan  pada  saat  pengamatan  kondisi  iklim  mikro  lokasi  penelitian tidak mengalami perubahan yang  signifikan  antara  cuaca  hujan  dan  tidak  hujan.  Juga interaksi kedua faktor tersebut  tidak  memberikan  nilai  peubah  yang  signifikan pada tingkat produktivitas primer  sungai  Riam  Kanan  di  desa  Awang Bangkal. 

Parameter Fisika Perairan     
Suhu 
Hasil  pengukuran  suhu  secara  ringkas disajikan pada Gambar 2 berikut. 
                                    
Gambar 2.  Suhu air selama pengamatan 
 
Kemudian    berdasarkan  PP  No.82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air  dan  pengendalian  pencemaran  air  (kelas  III),  dan  berdasarkan    Peraturan  Gubernur  Kal-Sel    No.05  Tahun  2007  (kelas  III)  dengan deviasi 3 (dev.temperatur).
Kisaran  suhu  pada  saat  pengamatan  masih  dalam  batas  toleransi  untuk kehidupan  ikan,  karena  menurut  Cahyono  Bambang  (2000),  suhu  air  yang  cocok  untuk  pertumbuhan  ikan  adalah  berkisar  antara 15oC – 30oC. 
Hasil  univariat  analysis  of  Varian menunjukkan  bahwa    untuk  kondisi  cuaca,  letak  stasiun  dan  faktor  interaksi  kesemuanya  menunjukkan  tidak  ada  pengaruh  yang nyata  terhadap suhu air. 

Kecerahan
Hasil  pengukuran  kecerahan  disajikan  pada Gambar 3  
 
Gambar 3. Fluktuasi  Kecerahan  
Hasil  uji  F  menunjukkan   kondisi  cuaca  tidak  hujan  memberikan  pengaruh  yang  signifikan  pada    tingkat  kecerahan,   hasil  uji  lanjutan  LSD  didapat  bahwa  kecerahan  di  stasiun  II  dengan  III  dan  stasiun I dengan  II berbeda nyata,    stasiun  I  dengan  III  tidak  berbeda  nyata,  untuk  faktor  stasiun  dan  faktor  interaksi  tidak  memberikan pengaruh  yang  nyata terhadap  kecerahan air. 





Kekeruhan 
Kekeruhan.  secara  ringkas  dapat  dilihat pada Gambar 4. 
 
Gambar 4. Fluktuasi Kekeruhan
  
Hasil uji F menunjukkan  untuk kondisi cuaca,  letak  stasiun  dan  faktor  interaksi   menunjukkan  tidak  ada  pengaruh  yang  signifikan  terhadap kekeruhan.

Kecepatan Arus
       Tabel 1.   Hasil  Pengukuran  Kecepatan  Arus (m/det) 
      
Hasil uji F untuk faktor cuaca,  letak  stasiun  dan  interaksinya  semua  menunjukkan tidak  ada  pengaruh  yang  nyata  terhadap konsentrasi DO. 





    
Biological Oxygen Demand (BOD) 
       
       Gambar 10.  Fluktuasi BOD  (mg/l) 
 
Bila  dibandingkan  dengan  PP  No.82  tahun  2001  (kelas  III),  angka  batas  minimum    adalah  6  mg/l,  dan  berdasarkan   Peraturan  Gubernur  Kal-Sel    No.05  Tahun  2007 (kelas III) batas minimal BOD 4 mg/l,  dengan  demikian  hasil  pengukuran  pada  kondisi tidak hujan : 5,23 – 18,02 mg/l dan  hujan  4,12    10,96  mg/l  berada  di  atas  ambang  toleransi,  dengan  demikian  perairan  telah  tercemar  bahan  organik.  Perairan dengan nilai BOD lebih besar dari  10  mg/l  diperkirakan  telah  tercemar  bahan  organik. Kandungan  bahan  organik  dalam  jumlah  tinggi, diduga  karena pengadukan masa air  akibat  tambang  pasir  kegiatan  perikanan,  masuknya  bahan  organik  dari  run  off  serta  penggunaan  sungai  untuk  kegiatan  domestik seperti MCK di sungai. 
Hasil uji F menunjukkan  untuk  kondisi  cuaca,  letak  stasiun  dan  faktor  interaksi  menunjukkan  tidak  ada  pengaruh   yang nyata terhadap BOD. 
 



Derajat Keasaman (pH) 
Hasil    pH    secara  ringkas    di  sajikan  pada Gambar 7. 
       
Gambar 7.  Fluktuasi pH 
 
Bila  dibandingkan  dengan  PP  No.82  tahun  2001  (kelas  III)  dan  Peraturan  Gubernur  Kal-Sel    No.05  Tahun  2007  (kelas  III)  dengan  kisaran  pH  yang  dianjurkan  adalah  6    9,  dengan  demikian  hasil  pengukuran  pH  di  semua  stasiun  masih berada pada kisaran yang dianjurkan,  kecuali  pada  stasiun  II  (cuaca  hujan)  dengan  nilai  pH  sebesar  4,82  berada  di  awah  nilai  rekomendasi.  Susanto  Heru  (1994),  menyatakan  untuk  kelangsungan  hidup ikan dan laju pertumbuhan ikan, pH 4    9,  optimum  6,7    8,6,  dengan  demikian  pH  di  perairan  Riam  Kanan  desa  Awang  Bangkal, masih dalam toleransi untuk usaha  budidaya ikan.
Hasil uji F menunjukkan untuk kondisi  cuaca,  letak  stasiun  dan    faktor  interaksi  menunjukkan  tidak  ada  pengaruh    yang  signifikan terhadap nilai pH. 
 



Sulfat (SO4) 
Hasil  SO4  disajikan pada Gambar 8. 
       
Gambar 8.  Fluktuasi Sulfat (mg/l) 
 
Hasil  uji  F  untuk  faktor  cuaca    dan letak  stasiun  pengamatan  memberikan  pengaruh pada konsentrasi sulfat di perairan  sungai  Riam  Kanan. dan   interaksi keduanya  tidak  memberikan    pengaruh   signifikan  terhadap  konsentrasi  sulfat  di  perairan.  Hasil  uji  (LSD)  dimana diketahui  bahwa    semua  stasiun  memberikan  perbedaan  yang  signifikan terhadap konsentrasi sulfat. 

Fosfat (PO4) 
Hasil    PO4    secara  ringkas    di  sajikan  pada Gambar 9. 
         
       Gambar 9.  Fluktuasi Fosfat  (mg/l)
Bila  dibandingkan  dengan  PP  No.82 tahun  2001  dan    Peraturan  Gubernur  Kal- Sel    No.05  Tahun  2007  (kelas  III)  kadar fosfat  di  perairan  minimal  1  mg/l,  dengan  demikian    konsentrasi  fosfat  dari  hasil pengukuran  berada di  bawah  nilai  minimal yang  dianjurkan.  Tetapi  untuk kelangsungan  hidup  dan  laju  pertumbuhan ikan,  Susanto  Heru      (1994)  menyarankan kisaran fosfat < 0,02 mg/l, dengan demikian kadar fosfat di perairan sungai Riam Kanan desa  Awang  Bangkal  masih  berada  di  atas nilai  yang  dianjurkan    untuk  kegiatan budidaya ikan. 
Hasil  uji  F  untuk  faktor  cuaca, letak  stasiun  dan  interaksinya  tidak  memberikan   pengaruh  yang  signifikan  terhadap konsentrasi fosfat di perairan. Besi (Fe) Hasil  Fe disajikan pada Gambar 10. 
           
Gambar 10.  Fluktuasi Fe  (mg/l) 
Bila  dibandingkan  dengan  PP  No.82  tahun 2001dan Peraturan Gubernur Kal-Sel   No.05  Tahun  2007  (kelas  III)  konsentrasi besi di perairan tidak dipersyaratkan. Tetapi  dibandingkan  dengan  BMA  untuk kehidupan fitoplankton, kadar besi adalah <  0,5  mg/l  (Reynolds,  1990),  dengan demikian  konsentrasi  besi  dari  hasil pengukuran  di  sungai  Riam  Kanan  desa Awang  Bangkal,  masih  berada  dibawah nilai yang direkomendasikan.  Hasil uji F menunjukkan bahwa kondisi cuaca, letak stasiun faktor interaksinya  menunjukkan  tidak  ada  pengaruh  yang  nyata  terhadap  konsentrasi besi  di  perairan  sungai  Riam  Kanan  desa  Awang Bangkal.

Nitrat (NO3) 
Hasil  NO3  di sajikan pada Gambar 11. 
               
                                 Gambar 11.  Fluktuasi NO3  (mg/l)
Bila  dibandingkan  dengan  PP  No.82 tahun  2001  dan  berdasarkan Peraturan  Gubernur  Kal-Sel    No.05  Tahun  2007  (kelas  III)  konsentrasi  nitrat  di  perairan  20  mg/l,  dengan  demikian  konsentrasi  nitrat dari  hasil  pengukuran   masih  berada  di  bawah nilai yang direkomendasikan. Tetapi untuk  kelangsungan  hidup  dan  laju pertumbuhan  ikan    kadar  nitrat  yang dianjurkan  adalah  <  1,5  mg/l, Hasil  uji  F untuk kondisi cuaca, letak  stasiun dan interaksinya tidak ada pengaruh nyata  terhadap  konsentrasi  nitrat  perairan  sungai Riam Kanan desa Awang Bangkal.
   
Mangan (Mn)  
Hasil  Mn  secara  ringkas  di  sajikan pada Gambar 12. 
          
Gambar 12.  Fluktuasi Mn  (mg/l) 
Bila  dibandingkan  dengan  PP  No.82  tahun  2001  dan  berdasarkan    Peraturan  Gubernur  Kal-Sel    No.05  Tahun  2007  (kelas  III)  konsentrasi  mangan  di  perairan  untuk  perikanan  tidak  dipersyaratkan  sehingga  tidak  menjadi  faktor  pembatas  dalam kegatan usaha budidaya ikan.   Hasil uji  F menunjukkan kondisi cuaca  dan  letak  stasiun  pengamatan  menunjukan hasil  yang berbeda nyata sedangkan faktor interaksi  menunjukkan  tidak  ada  pengaruh nyata terhadap konsentrasi mangan.   

Minyak/ Lemak 

               
Tabel 2.  Konsentrasi Minyak (mg/l)   
            
Dari  Tabel  diatas  menunjukkan  bahwa konsentrasi  minyak  di  semua  stasiun  dan  semua  kondisi  cuaca    (hujan  dan  tidak hujan)  kurang  dari  0,01mg/l, bila  dibandingkan dengan PP No.82 tahun 2001 tentang  pengelolaan  kualitas air dan pengendalian pencemaran air (kelas III) dan Peraturan Gubernur Kal-Sel No. 05 Tahun  2007  (kelas  III)  mensyaratkan  minyak sebesar  1000  µg/l,  dengan  demikian konsentrasi  minyak  masih  dalam  batas  toleransi  untuk  kegiatan  budidaya perikanan.  

Parameter Biologi Perairan 
Fitoplankton 
Kelimpahan dan Komposisi Fitoplankton 
Dari hasil pengamatan ditemukan   tiga Phyllum   yaitu : Cyanophyta , Chlorophyta   dan  Chrysophyta  pada    cuaca  hujan  dan  tidak hujan.  Untuk jelasnya   dapat dilihat  pada Tabel 3 berikut. 
 
  Tabel 3.   Kelimpahan  Fitoplankton (Sel/Liter)
             
Sumber : Data primer di olah 2008 
 
Hasil  pengamatan  menunjukkan kesuburan perairan, tergolong sedang,  sebagaimana  yang  dinyatakan  oleh  Lund 1969  di  dalam  Mula,  U,  (1989),  bahwa  kelimpahan  0,1-  40  juta  sel  tergolong  perairan kesuburan sedang. Indeks  Keanekaragaman  dan  Keseragaman 
                Tabel 4. Indeks  Keanekaragaman Jenis Fitoplankton   
         
Hasil  H’  menunjukkan  nilai  di  atas  1. Odum  (1971)  di  dalam  Ridhayati  (2001),   menyatakan  H’  yang  terbesar  (d>1)  akan  diperoleh  jika  semua  individu  dari  genus  atau spesies yang berbeda dan  nilai terkecil  (d=0) jika semua  individu  berasal dari  satu  spesies  saja.  Berarti  perairan  ini    memiliki  keanekaragaman genus/ spesies yang tinggi. Indeks keseragaman  tersaji pada Tabel   5. 

   Tabel 5.   Indeks  Keseragaman  Jenis  Fitoplankton   
Sumber : Data primer di olah 2008 
 
Hasil diatas  menunjukkan  penyebaran jumlah  individu  setiap  spesies  seragam.  Menurut  Odum  (1971)  di  dalam  Ridhayati  (2001),  menyatakan  bahwa  semakin  kecil  nilai  indeks    keseragaman    semakin  kecil  keseragaman populasi.   
Zooplankton 
Kelimpahan dan Komposisi zooplankton Dari hasil pengamatan ditemukan   Phyllum   yaitu : Flagellata, Protozoa  dan  Aschelminthes.  Untuk  jelasnya dapat  dilihat pada Tabel  6.
       Tabel 6.   Kelimpahan  Zooplankton  (Sel/Liter)   
       
Sumber : Data primer di olah 2008 
 
Hasil  pengamatan  menunjukkan perairan  miskin hara  sampai  sedang, sebagaimana  yang  dinyatakan  oleh  Lund  1969  di  dalam  Mula,  U,  (1989),  bahwa  kelimpahan  <  0,1  juta  sel/m3  (miskin hara).dan  0,1-40  juta  sel/m3  (perairan sedang).  

Indeks  Keanekaragaman  dan Keseragaman    
    Tabel  7.   Indeks    Keanekaragaman  Jenis Zooplankton   
Sumber : Data primer di olah 2008 
 
Hasil  pengamatan  menunjukkan perairan tergolong  kriteria  pencemaran  buruk  sampai  sangat  buruk.  Dinyatakan  Canter dan Hill (1981) di dalam Soegianto (2004).,  perairan  tercemar  buruk  bila  H’ 1,00-1,39 dan sangat buruk bila H’ < 1,00.  Selanjutnya  indeks  keseragaman  secara lengkap tersaji pada Tabel  8. 
Tabel 8.  Indeks  Keseragaman  Jenis  Zooplankton   
           
Sumber : Data primer di olah 2008 
 
Hasil pengamatan menunjukkan.   nilai, keseragaman  antara  species  rendah  sampai  relatif  merata.  Menurut  Fachrul  F.  Melati,  2007, nilai indeks keseragaman berkisar 0 –  1,semakin kecil, keseragaman antar species  rendah,  sebaliknya  semakin  besar, keseragaman relatif merata.   
Hubungan Parameter  Kualitas  Air dengan  Produkltivitas Primer   
Persamaan  regresi  yang  dibentuk  pada  saat cuaca hujan adalah : 
Y =  -13,636  -  10,116X1    18,135  X2  – 6,308 X3 + 21,269 X4 
Persamaan  regresi  pada  saat  cuaca  tidak hujan adalah :
Y  =  128,928  +  1974  X1  +  3,595  X2  +  6,166X3 – 69,660 X4 

Dimana :  X1 : Kecerahan, X2 : Nitrat, X3 : fosfat dan X4  : pH. 
 
Hasil  uji  secara  simultan  maupun parsial  menunjukkan  tidak  berbeda    nyata,   yang  berarti  semua  parameter  kualitas  air,  baik  pada  kondisi  hujan  dan  tidak  hujan   tidak  memberikan  hubungan  yang  signifikan untuk peningkatan  produktivitas  primer.   

Kesimpulan    
1. Produktivitas primer sungai Riam Kanan  desa  Awang  Bangkal  tergolong  kategori  oligotrofik,  yang  berarti  miskin  zat  hara  atau  tidak  subur    (produktivitasnya  rendah). 
2. Parameter  fisika  perairan  (suhu,  kecerahan,  kekeruhan,  dan  parameter  kimia perairan ( DO, pH, SO4, PO4,  Fe, NO3,  Mn  dan  minyak,  kecuali  BOD)  masih dalam batas toleransi, berdasarkan  PP  No.82  tahun  2001,  Peraturan  Gubernur  Kal-Sel    No.05  Tahun  2007  dan  layak    untuk  keperluan  budidaya perikanan 
3. Parameter  biologi  perairan,  ditemukan  fitoplankton  phyllum: Cyanophyta, Chlorophyta dan Chrysophyta, dengan H’  genus/species tinggi. Zooplankton phyllum: Flagellata, Protozoa dan Aschelminthes, dengan H’antar species rendah,  tergolong  kriteria  pencemaran  sedang sampai baik.  
4. Dari  semua  parameter  kualitas  air  tidak memberikan  hubungan  yang signifikan terhadap produktivitas primer baik secara  simultan maupun parsial.  

1.2.2. BOD
Biochemical Oxygen Demand menunjukkan jumlah oksigen dalam satuan ppm yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan
bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, apabila suatu badan air dicemari oleh zat oragnik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi
tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut.

          1.2.2.1. Metode  Analisis BOD
Metode Pemeriksaan BOD adalah dengan metode Winkler (Titrasi di Laboratorium). Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri.  Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dan Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Prinsip pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C atau 3 hari pada suhu 25°C–27°C diukur lagi DO air tersebut.
Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan anggapan segala proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari, walau sesungguhnya belum selesai.

           1.2.2.1.  Kelebihan dan kelemahan Metode Analia BOD
Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis BOD adalah teliti dan akurat.  Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tio dan penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan BOD yang lebih akurat.
Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis BOD adalah dimana dengan cara winkler penambahan indikator amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan.



1.2.3. Penanggulangan Kelebihan/Kekurangan Kadar BOD
Penanggulangan kelebihan kadar BOD adalah dengan cara sistem lumpur aktif yang efisien dapat menghilangkan padatan tersuspensi dan BOD sampai 90%. Ada pula cara yang lain yaitu dengan Sistem constructed wetland merupakan salah satu cara untuk pengolahan lindi yang memanfaatkan simbiosis mikroorganisme dalam tanah dan akar tanaman. Sistem ini juga merupakan sistem pengolahan limbah yang ekonomis. Penelitian ini bertujuan menganalisis kemampuan sistem sub-surface constructed wetland untuk menurunkan kandungan COD, BOD dan N total.
Apabila kandungan zat-zat organik dalam limbah tinggi, maka semakin banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat-zat organik tersebut, sehingga nilai BOD dan COD limbah akan tinggi pula. Oleh karena itu untuk menurunkan nilai BOD dan COD limbah, perlu dilakukan pengurangan zat-zat organik yang terkandung di dalam limbah sebelum dibuang ke perairan. Pengurangan kadar zat-zat organik yang ada pada limbah cair sebelum dibuang ke perairan, dapat dilakukan dengan mengadsorpsi zat-zat. tersebut menggunakan adsorben. Salah satu adsorben yang memiliki kemampuan adsorpsi yang besar adalah zeolit alam.








BAB II
ALAT DAN BAHAN

2.1. Alat
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.         Botol Winkler                                  : 3 buah
2.         Buret  50 ml                                     : 1 buah
3.         Klem dan statif                                : 1 buah                      
4.         Pipet volum 25 ml                            : 1 buah
5.         Pipet tetes                                        : 4 buah
6.         Corong                                             : 1 buah
7.         Spatula                                             : 1 buah
8.         Beaker glass                                     : 3 buah
9.         Enlemeyer                                        : 4 buah
10.     Pipet volume 2 ml                            : 1 buah
11.     Batang pengaduk                             : 1 buah
12.     Bola karet                                         : 2 buah
13.     Gelas ukur                                        : 2 buah

2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.   Sampel ( Air mineral merek Aqua, Air mineral merek Ades, dan Air mineral merek Gundaling)                 : Secukupnya    
2.   Larutan MnSO4                                              : 2 ml                   
3.   Alkali Azida Iodida                            : 2 ml
4.   H2SO4 (p)                                            : 2 ml
5.   Larutan Tio 0,025 N                           : Secukupnya
6.   Indikator amylum                               : Secukupnya
7.   Aquades                                              : Secukupnya

BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1. Prosedur Kerja Pembuatan Reagen pada Penetapan BOD
1.   MgSO4                        :  22,5grm MgSO4.7H2O dilarutkan jadi 1 liter
2.   CaCl2                           :  27,5grm CaCl2 dilarutkan jadi 1 liter
3.   FeCl3.6H2O                 :  0,25grm FeCl3 dilarutkan jadi 1 liter
4.   Buffer pH 7,2
     K2HPO4                          :  21,75 grm
     KH2PO4                          :  8,50 grm
     Na2HPO4.12H2O            :  44,6 grm
     NH4Cl                             :  1,7 grm
     Semua bahan tersebut dilarutkan jadi 1 liter dengan aquadest.
5.   MnSO4                           :  240 grm MnSO4 jadi 500 ml
6.   Alkali-Azida-Iodida
KOH 350 grm, KI 75 grm dan NaN3 10 grm dilarutkan jadi 500 ml dan disimpan dalam botol poly etylen dan tempat gelap.
7.   Tio 0,025 N
     6,5 grm tio sulfat tambahkan 2 grm Na2CO3 anhydrat dilarutkan jadi 1 liter dengan aquadest dan tambahkan 10 ml anvil alkohol, aduk sempurna. Biarkan selama 2 hari, setelah itu distandarisasi.

3.2. Prosedur Kerja Penetapan BOD

1. Ditentukan oksigen terlarut pada nol hari (OT0), dengan cara :
a.    Dimasukkan sampel kedalam botol winkler, diisi sampai penuh dan ditutup.
b.   Dibuka tutup botol winkler, ditambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml Alkali Azida Iodida. Diaduk sampai homogen, didiamkan kurang lebih 15 menit.
c.    Dibuang cairan jernih diatasnya sebanyak 25 ml.
d.   Ditambahkan 2 ml H2SO4 (p) dan diaduk, larutan akan berubah menjadi  berwarna kunng tua.
e.    Dititrasi dengan Tio 0,025 N sampai larutan menjadi warna kuning muda.
f.    Kemudian ditambahkan indikator amylum beberapa tetes kedalam larutan kuning muda hingga berubah warna menjadi larutan biru donker.
g.   Setelah larutan biru donker terbentuk, dititrasi lagi dengan Tio 0,025 N sampai menjadi larutan tidak berwarna.
h.   Dicatat volume Tio 0,025 N yang terpakai.
2.  Penentuan oksigen terlarut setelah 5 hari (OT5), dengan cara :
a.    Dimasukkan sampel kedalam botol winkler, diisi sampai penuh dan ditutup.
b.   Kemudian disimpan dalam inkubator pada suhu 20o C selama 5 hari.
c.    Setelah itu, dibuka tutup botol winkler, ditambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml Alkali Azida Iodida. Diaduk sampai homogen, diamkan kurang lebih 15 menit.
d.   Dibuang cairan jernih diatasnya sebanyak 25 ml.
e.    Ditambahkan 2 ml H2SO4 (p) dan diaduk, larutan akan berwarna kuning tua.
f.    Dititrasi dengan Tio 0,025 N sampai larutan menjadi warna kuning muda.
g.   Kemudian ditambahkan indikator amylum beberapa tetes kedalam larutan kuning hingga berubah warna menjadi larutan biru donker.
h.   Setelah larutan biru donker terbentuk, dititrasi lagi dengan Tio 0,025 N sampai menjadi larutan tidak berwarna.
i.     Dicatat volume Tio 0,025 N yang terpakai.


BAB IV
GAMBAR RANGKAIAN

4.1. Gambar Rangkaian Penentuan Oksigen Terlarut
           
1. Sampel dipersiapakan terlebih dahulu


2. Sampel dimasukkan kedalam botol winkler

3.      Botol Winkler yang sudah diisi sampel dimasukkan kedalam inkubator

    

      4. Penambahan larutan MnSO4 2 ml kedalam sampel
5. Penambahan larutan Alkali Azida Iodida sebanyak 2 ml

        6. Didiamkan selama 15 menit
           
7. Penambahan larutan H2SO4 pekat sebanyak 2 ml.

8. Dititasi dengan Tio 0,025N sampai kuning muda
9. Penambahan Indikator amylum sampai warna biru donker
          

      10. Dititrasi kembali sampai menjadi tidak berwarna
                  


                                                                Warna Titik Akhir Titrasi (TAT)




BAB V
DATA PENGAMATAN

Tabel 5.1. Data Pengamatan Penetapan Kadar BOD
 
Sampel
Air Mineral
Volume sampel (ml)
Volume MnSO4  (ml)
Volume Alkali azida iodida
(ml)
Volume sampel terbuang
Volume H2SO4 (ml)
Indikator amilum
(tetes)
Volume Tio (ml)
Merek Aqua
104,8
2
2
25
2
5
3,40
Merek Ades
108,3
2
2
25
2
5
5,00
Merek Gundaling
96,2
2
2
25
2
5
5,40
 

5.2. Perubahan warna

      Sampel     didiamkan               Larutan Tidak Berwarna
                        5 Hari
Sampel   + MnSO4                         Lautan tidak berwarna + Gel

Lar. Tidak berwarna dan Gel + Alkali Azida Iodida                          
                                                                             didiamkan                          2 Lapisan
                                                                             15 menit         
2 Lapisan                                    1. Lar Tidak berwarna dibuang (25 ml)
           Dipisahkan          2.    Kuning Kecoklatan                          
                                                       
1. Lar Tidak berwarna dibuang  + H2SO4(p)                            Larutan Orange
2.    Kuning Kecoklatan                          
.
Larutan Orange                       titrasi                            Larutan kuning muda
     Na2S2O3  0,025 N
Larutan kuning muda  +  ind. amylum                                   Larutan biru donker

                         titrasi
Larutan biru donker                                                    Larutan tidak berwarna
               Na2S2O3  0,025 N



















BAB VI
PENGOLAHAN DATA

6.1.  Perhitungan Kadar BOD
1. Untuk Sampel Air Mineral Aqua
OTo
        
          = 15,6914 ppm

OT5
        
          = 8,5213 ppm

BOD = OT0 – OT5
         = 15,6914 ppm 8,5213 ppm
         = 7,1701 ppm

2. Untuk Sampel Air Mineral Merek Ades
OTo
        
          = 21,88 ppm

OT5
        
          = 12,01 ppm
BOD = OT0 – OT5
          = 21,88 ppm 12,01 ppm               
          = 9,87 ppm

3. Untuk Sampel air mineral Merek Gundaling
OTo
        
          = 15,16 ppm

OT5
        
          = 7,874 ppm

BOD = OT0 – OT5
          = 15,16 ppm – 7,874 ppm
          = 7,286 ppm

6.2.      Reaksi
           
MnSO4         +       2H2O                                  Mn(OH)2           +       H2SO4
  Mangan Sulfat      Air                      Mangan(II)                Asam Sulfat
                                                               Hidroksi   

4Mn(OH)2     +     O2     +      2H2O                           4Mn(OH)3
     Mangan(II)        Oksigen               Air                        Mangan(III) Hidroksi                            Hidroksi  

         
2Mn(OH)3   +  2 KI NaN3                  2Mn(OH)2   +    I2    +  2KOH   +  2NaN3
  Mangan(III)    Alkali Azida         Mangan(II)   Iodium    Kalium        Azida
   Hidroksi          Iodida                  Hidroksi                  hidroksida     




Mn (OH)2    +    I2       +   H2SO4                     Mn(SO4)  +      I2 +     2H2O
Mangan (II)    Iodium     asam sulfat              Mangan      Iodium     air
hidroksi                                                           sulfat


I2         +     2Na2S2                                Na2S4O6     +        2NaI
  Iodium    Natrium Tiosulfat             Natrium Tetrationate    Natrium Iodida



BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.    Kadar oksigen terlarut pada hari ke lima dari sampel Air mineral merek Aqua sebesar 8,5213 ppm, Air mineral merek Ades sebesar 12,01 ppm, dan Air mineral merek Gundaling sebesar 7,874 ppm.
2.    Kadar BOD dalam sampel Air mineral merek Aqua = 7,1701 ppm , Air mineral merek Ades 9,87 ppm dan Air mineral merek Gundaling = 7,286 ppm.
3.    Berdasarkan Persyaratan air minum Sesuai dengan PP No 82/2001, tidak ada yang memenuhi pesyaratan standar kadar BOD pada air yaitu maksimal 2 ppm. Hal ini dipengaruhi karena penggunaan indikator yang tidak tepat pada sampel, dan juga karena sampel yang telah digunakan telah tercemar sehingga kadar BOD nya menjadi tinggi.

7.1. Saran
Sebaiknya setiap sampel dilakukan pentitrasian lebih dari 1 kali sehingga   dapat dibuat perbandingan dan dapat diketahui jika ada terjadi kesalahan pada titrasi dan hasil oksigen terlarut dapat diperoleh lebih akurat. Dan juga harus berhati-hati dalam penggunaan indikator amilum untuk penentuan titik akhir titrasi.



DAFTAR PUSTAKA

Connell, Des W,dkk. 2006. Kimia Dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta : Universitas Indonesia.

Ginting, Perdana Ir.2007. Sistem Pengelolaan lingkungan Dan Limbah Industri. Bandung : Yrama Widya.

Kodoatie,Robert J,dkk.2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Yogyakarta : C.V ANDI OFFSET.

Mukhlisah,dkk. 2011. Produktivitas Primer dan Kondisi Fisika Kimia Perairan Sungai Riam Kanan Desa Awang Bangkal Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar. Lambung Mangkurat: Univrsitas Lambung Mengkurat.

Mulia, Ricki M. 2010. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Graha Ilmu















LAMPIRAN

Karakteristik Air
























Sumber : Pengantar Pengolahan Air,  TL 4001 Rekayasa Lingkungan 2009 Program Studi Teknik Lingkungan ITB.